Pembangunan IC bila dilihat dari standar penilaian masyarakat sudah sesuai dengan karakter masyarakat NTB.
NTB Bersaing; Beriman dan Berdaya Saing
NTB Bersaing; Beriman dan Berdaya Saing
Inilah visi besar pasangan gubernur wakil gubernur NTB; TGH. M. Zainul Majdi M.A. dan Ir. H. Badrul Munir M.M. yang telah menggoncangkan dunia perpolitikan sampai mengalahkan lawan-lawannya dalam pemilihan bursa gubernur pada tahun 2008-2013. Proses menjadi orang nomor satu di NTB merupakan langkah yang tidak mudah dicapai, apalagi bila melihat ketika pemilihan bursa gubernur tersebut rata-rata para kandidat semua tergolong politisi senior yang telah lama berkecimpung makan asam garam di dunia perpolitikan, ikutnya pasangan BARU dari kalangan kaum muda di antara mereka merupakan suasana baru pula yang terjadi saat itu. Kemenangan yang diraih satu langkah proses membuktikan bahwa kemampuan kaum muda tidak boleh dinafikan. Sekali mancing langsung dapat, sekali terjun di dunia perpolitikan langsung jadi. Walaupun pra kondisi dimulai lewat legislatif tetap saja baru muncul di permukaan.
Untuk meyakinkan masyarakat sudah menjadi keharusan bagi semua calon untuk mengangkat sebuah visi yang bisa dijadikan gambaran tujuan. Jargon visi beriman dan berdaya saing tentunya bila mengambil makna kata yang terdapat di dalamnya mempunyai dua makna, dua orientasi yaitu beriman dan daya saing. Kata beriman merupakan kata yang tergolong kata umum yang memerlukan kata lain guna menambahkan redaksi untuk bisa memberikan pengertian khusus kepada pendengar atau pembaca. Hemat penulis menggunakan istilah beriman menjadi visi sudah tergolong bagus karena semua agama yang ada menggunakan istilah tersebut. Sedangkan kata berdaya saing juga kata yang masih memerlukan penjelasan panjang lebar untuk mengetahui daya saing mana yang dimaksud. Dengan belum jelasnya maksud dari visi tersebut, maka ada nama misi untuk melengkapi penjelasan lebih mendetailnya. Pilihan kata istilah untuk visi dan penggunaan kata yang terukur untuk misi juga salah satu factor kemengan saat itu.
Misi NTB bersaing sebagaimana yang telah ada; 1). Mengembangkan masyarakat madani yang berakhlakul mulia, berbudaya, menghormati pluralitas, dan kesetaraan gender; 2). Meningkatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan yang berkeadilan, terjangkau, dan berkualitas; 3). Menumbuhkan ekonomi berbasis sumberdaya lokal dan mengembangkan investasi dengan mengedepankan prinsip pembangunan berkelanjutan; 4). Melakukan percepatan pembangunan infra struktur strategis dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi; 5). Menegakkan supremasi hukum, pemerintahan yang bebas KKN, dan memantapkan otonomi daerah.
Untuk menjawab pertanyaan dua makna kata visi di atas bisa dengan melihat misi, kalau kita pilah mana misi yang mengarah kepada beriman yaitu misi pertama dan kedua sedangkan ketiga sampai kelima mengarah kepada berdaya saing. misi kedua bisa masuk ke dua-dua visi namun penulis menilai lebih mengarah ke visi pertama walaupun juga bisa mengarah kepada bersaing dikarenakan lebih berorientasikan kepada pelayanan langsung tehnis yang bersifat praktis.
Melihat pandanan kata yang terdapat pada misi pertama bahwa beriman merupakan wilayah jiwa atau metafisik bukan wilayah fisik yang dapat terlihat langsung dengan mata kepala. Jadi, untuk mengukur sampai sejauh mana kinerja pencapaian misi gubernur untuk keberimanan rakyatnya bukan dengan melihat apa yang bisa dipantau indra tetapi suasana kedamaian kehidupan yang tergambar dari tingkat keimanan seseorang yang terdapat pada spritualitas masing-masing individu masyarakat. Bila pemerintah membidik keimanan seperti tolak ukur keimanan di atas maka pemerintah seharusnya lebih memperbanyak program-program yang mengarah pada pendidikan karakter masyarakat, pembinaan moralitas, serta memediasi terjalinnya silaturrahim yang mengarah kepada kecintaan. Tentu sesuai visi, program yang dibuat bisa menjawab pertanyaan, sudah berimankah rakyat NTB? Sejauh mana keberimanan rakyat NTB.
Sudah memasuki tahun kedua yang mana isu beredar bahwa realisasi program akan dimulai tahun ini, nyatanya program unggulan sebagai icon NTB bersaing yaitu pembangunan Islamic Center. Penulis menilai bahwa program membangun bangunan termasuk dalam kategori kongkret, ukurannya jelas terlihat di depan mata. Kalau menggunakan tolak ukur beriman di atas maka program pembangunan IC tidak termasuk program yang bisa membangun karakter keberimanan masyarakat karena bangunan hanyalah sarana yang bersifat dipakai. Artinya harus ada yang beriman terlebih dulu sebagai pemakainya.
Berbicara pemakai atau pengguna masjid mungkin perlu kita lihat dulu berapa jumlah masjid yang ada di NTB ini dan apakah penggunanya sudah maksimal atau tidak? Juga pertanyaan yang jawabannya positif masih menjadi tugas para tabligh dan umat Islam. Pulau yang terkenal dengan pulau seribu masjid ini mempunyai sekitar 5000 masjid yang tersebar di pulau Lombok dan Sumbawa. Jumlah masjid di masing-masing desa terkadang sejumlah dusunnya sehingga mencapai angka 5000, namun kuantitas itu belakangan ini terdapat kontradiksi dengan kuantitas pengguna aktif sehingga banyak terdapat kata-kata nyeleneh seperti lebih banyak tiang daripada shap. Nyatanya kata nyeleneh itu bukan kata tidak berdasar yang bersifat isu belaka tiada guna tapi fakta di setiap masjid sudah membuktikannya. Oleh karena itu, keberimanan masih perlu untuk terus ditingkatkan yang merupakan tugas masing-masing individu dan tanggung jawab social bagi ulama’ dan umara’.
Jika IC dijadikan icon keberiman masyarakat NTB hemat penulis harus ada prime lain yang dipakai untuk melihat pembangunan IC sebagai pengarahan kepada beriman.
Perbandingan Karakter
Menurut penulis karakter bisa dilihat dari dua sudut pandang, pertama jejang pendidikan dan kedua pengalaman hidup seseorang. pendidikan sudah lumrah kita dapati seperti yang ada sekarang yaitu SD, SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi. Sudut pandang jenjang pendidikan ini yang lebih mudah dinilai perkembangannya sesuai tahapan jenjang pendidikan seperti karakter siswa SD yang berkarakter menerima, siswa SLTP masih berada pada karakter penilaian konkret, siswa SLTA sudah mulai meninggalkan penilaian konkret menuju pada abstrak dan setelah menjadi mahasiswa penilaiannya sudah menggunakan ukuran abstrak dan akan berkembang susuai pengalaman dan umur. Hal serupa pula terjadi pada masyarakat secara umum, bila ditelisik secara mendalam karkater masyarakat kaitannya dengan program pembangunan IC, maka dengan realita kekinian kita dapat mengambil kesimpulan bahwa klaster masyarakat kita masih berada pada posisi pemula. Sebagai contoh, perhatikan saja momentum pemilukada di setiap kota kabupaten di NTB, secara umum kebanyakan masyarakat memilih calon yang memberikan imbalan nyata berupa barang dengan tidak disertai kepekaan memperhatikan visi misi calon.
Bila dilihat perbandingan karakter dari sudut pandang jenjang pendidikan dengan sudut pandang pengalaman hidup, maka masyarakat NTB masih berada pada karakter pemula yang bersifat penerima. Tolak ukur yang pertama kali digunakan oleh karakter penerima ini langsung pada sesuatu yang kongkret, sulit dan bahkan tidak bisa menerima sesuatu yang abstrak.
Dalam konteks pembangunan IC yang dibahasakan sebagai icon NTB bersaing tersebut penulis memandang sudah selevel dengan karakter masyarakat NTB yang masih terpola pada penilaian konkret. Karena masyarakat masih pada kelas konkret maka kebijakan yang diambil pun haruslah konkret. IC kalau sudah berdiri dan bisa dipergunakan dan terdapat pengguna aktif maka boleh lah pemerintah mempunyai klim NTB beriman. Jika kita menggunakan cara pandang ini pemerintah sudah berhasil mencapai visi pertama yaitu beriman.
Namun tidak lengkap kalau sekiranya hanya menggunakan satu cara pandang seperti di atas karena itu akan membuat kita termasuk dalam kategori masih melihat yang kongkret-kongkret saja. Walaupun pada implementatifnya program kongret dominan berlaku, program abstrak pun tidak boleh dinapikan. Bayang-bayang abstrak sedikit demi sedikit harus ada menghiasi sebagai variasi agar kelihatan cantik di mata semua orang, mengingat masyarakat yang heterogen, biasa kita sebut kelas atas, menengah, dan bawah baik pada tataran keberimanan dan ekonomi.