Oleh; Abdullah Zulfa
Manusia sejak lahirnya mempunyai fitrah untuk terus berkembang menuju “menjadi”. Dari terlahir hanya bisa menangis sampai menjadi tertawa dan berbicara, dari tidak tahu apa - apa menuju berpengetahuan, dari sendirian menuju berpasangan, dan terahir dari terlahir menuju liang lahat. Inilah deretan fenomena yang sudah dan akan terus dilalui manusia dari zaman ke zaman. Semua yang dilalui manusia terbungkus dalam aktivitas kuda putih dan kuda hitam. Begitu pula dengan manusia juga ikut terbungkus olehnya, bila manusia berhasil mendapatkan bungkus putih maka baiklah ia tapi bila yang didapat bungkus warna sebaliknya, maka jeleklah ia.
Artinya dalam kehidupan ini hanya diselimuti oleh dua hal di atas hitam dan putih (baik dan buruk). Manusia mempunyai peran strategis diantara hitam dan putih, kelebihannya sebagai insane yang paling sempurna di muka bumi membuat manusia bisa memilih mana pos yang diinginkannya, tinggal tindakan yang disesuaikan. Tindakan manusia merupakan akhir dari cara ekspresi manusia untuk mengaktualisasikan keinginannya.
Namun banyak terlihat sekarang ini bahwa tindakan manusia tidak sesuai dengan apa yang diyakini, tidak sesuai dengan apa yang difahaminya sehingga akibat dari semua itu tatanan social kehidupan yang sesuai dengan nilai-nilai ilahiah sangat jauh dari harapan. Tentunya tidak ada lain harapan manusia ialah mendapat ketenangan bathin, kemerdekaan terhadap materi, kognitif yang berkualitas, dan biologis yang tersalurkan. Semua manusia bila ditanyakan sudah jelas menginginkan semua itu, tapi kembali kepada rumus keyakinan, pemahaman, dan tindakan yang tidak boleh bertentangan satu dengan lainnya harus dipegang. Pertanyaannya kemudian, bagaimana cara memegang rumus tersebut?
Di HMI ada istilah iman, ilmu, dan amal. Dalam pendidikan yang diberikan di HMI selalu mengarahkan para kader-kadernya untuk bagaimana bisa menyelaraskan ketiganya. Kader HMI sebagai manusia yang memeluk agama Islam diarahkan supaya memegang teguh akidah Islamiyah yang tidak mudah dirongrong oleh pihak luar. Begitu juga dengan keilmuan, kader-kader HMI selama ini telah terbukti sebagai pemikir-pemikir pembaharu yang menyelaraskan keilmuan dengan kondisi zaman. Amal akan mandul tanpa adanya iman dan ilmu, amal seperti itu malahan lebih rendah dari perbuatan binatang yang jauh bumi dengan langit kalau dibandingkan dengan manusia.
Menilik kepada kehidupan kampus dewasa ini sudah maklum kalau kampus sarat dengan nuansa akademis dan etis tapi selain itu dapat juga diambil tesis berbalik bahwa “di mana-mana kampus berdiri di situ pula berdiri kemaksiatan”. Mahasiswa yang sedari dulu mengatakan dirinya sebagai “agent of change” tidak salah bila membaca refrensi-refrensi sejarah pergerakan mahasiswa yang ada, tapi lacurnya “agent of change” sekarang ini sudah dapat ditafsirkan kembar. Penafsiran biasa atau penafsiran lama dan penafsiran baru yang sesuai dengan kondisi mahasiswa.
Kota tempat Kampus-kampus perkuliahan didirikan biasanya di pusat kota, keadaan kota kini kebanyakan sudah larut dengan urbanisasi. Dengan urbanisasi tersebut manusia satu dengan lainnya tidak saling mengetahui secara mendalam, bila sudah tidak saling ketahui maka sifat saling tidak mahu tahu pun terjadi, efeknya tidak ada yang memberikan apsesiasi bila seseorang melakukan kebaikan dan tidak ada yang menegur bila seseorang melakukan kebejatan. Kehidupan kota telah menempatkan diri dengan kehidupan serba materi, segala sesuatu dilihat dengan penglihatan materi. Bila memberikan apresiasi mendatangkan materi baru dilakukan, bila menegur itu tidak mendapatkan materi dan mendatangkan masalah tidak berani dilakukan. Inilah kehidupan kota tempat mahasiswa menuntut ilmu. Tidak banyak yang bisa lolos dari jeratan kehidupan kota, kebanyakan mahasiswa terjerat dan teciprat lumpur kehidupan kota yang kejam. Stetemen ini akan dirasa benar bila pernah membaca hasil penelitian mahasiswa Yogyakarta yang kebanyakan telah melakukan seks (baca seks in the kos).
Dengan fenomena seperti itu, diperlukan formula yang bisa mengantisipasi terjadinya kejadian tersebut. Pengantisipasiannya memang harus dimulai dari diri sendiri dan lingkungan untuk bisa berbuat secara bersama-sama (collective action). Untuk bisa menuju collective action diperlukan ruang dialog menyatukan pandangan, dalam hal ini organisasilah refresentasi dalam menyatukan pandangan. HMI dapat menjadi salah satu pilihan diantara organisasi-organisasi lain.
Kunci kehidupan yang baik ialah dengan menaklukkan kedua kuda tadi yitu kuda putih dan kuda hitam. Bila dipikirkan dengan melihat hakikat dari semua itu bisa dikatakan bahwa manusia hidup hanya pada dua waktu, siang dan malam. Dengan adanya siang dan malam, semua yang menyangkut dengan manusia terjewantahkan menjadi feomena yang disebut dengan sejarah. Baik dan buruknya sejarah yang ditinggalkan manusia tergantung dari bagaimana mengajak kuda putih dan kuda hitam tadi bermain.
Semua bentuk perbuatan manusia itu tergolong menjadi dua bentuk. Bermakna dan tidak bermakna. Perbuatan yang tidak dilandasi tanpa didasari iman dan ilmu pengetahuan akan lebih besar peluangnya menjadi tidak bermakna sedangkan perrbuatan yang dilandasi dengan iman dan ilmu pengetahuan akan mengantarkan manusia kepada pencarian dalam hidupnya. Pencarian dalam hidup ada yang sebatas dunia dan ada pula sampai akhkirat.
Kehidupan manusia ialah iman, ilmu, dan amal yang diekspresikan dalam waktu siang dan malam.